MAKALAH TENTANG KABINET ALI SASTROMIDJOJO
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia
mengalami babak baru dalam sejarah nasional Indonesia. pada tahun 1950 sampai
tahun 1959 di Indonesia dikenal dengan demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer. Dimana para kabinet bertanggungjawab kepada parlemen suatu majelis
(Dewan Perwakilan Rakyat). Pada saat itu anggotanya 232. Hal ini merupakan
cerminan basis atau kekuatan-kekuatan dari partai. Partai-partai yang dimaksud
yaitu Masyumi dengan 49 kursi (21%), PNI 36 kursi (16%), PSI 17 kursi (7,3%),
PKI 13 kursi (5,6%), Partai Katolik 9 kursi (3,9%), Partai Kristen 5 kursi
(2,2%), dan Murba 4 kursi (1,7%). Dengan hasil tersebut, maka 42 kursi terbagi
atas partai-partai atau peorangan lainnya, dan dari seluruhnya tidak satu pun
mendapat lebih dari 17 kursi.[1]
Pada
percobaan demokrasi di Indonesia, maka kabinet yang memimpin saat itu mengalami
pergantian seperti : Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1953), Kabinet
Sukiman (April 1951-Februari 1953), Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953),
Kabinet Ali Satroamidjojo 1 (Juli 1953- Juli 1955), Kabinet Burhanudin (Agustus
1955- Maret 1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956- Maret 1957), dan
Kabinet Djuanda (April 1957- Juli 1959).[2]
Pada
proses Indonesia menuju pemerintahan, maka setiap kabinet mempunyai cerita yang
berbeda-beda setiap masa jabatan. Kabinet Natsir adalah kabinet awal yang inti
didalamnya adalah koalisi antara Masyumi dan PSI. begitu pula dengan kabinet
selanjutnya; Sukiman yang memuat koalisi Masyumi-PNI, dimana koalisi antara
kedua partai ini masih dilanjutkan oleh kabinet yang kemudian menggantikan
Kabinet Sukiman; Kabinet Wilopo. Pada koalisi ini, maka orang PNI yang ambil
peran sebagai perdanamenteri. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan antara
koalisi yang sebelumnya saling bekerjasama.
Pergantian
parlemen yang begitu banyak di Indonesia selama 8 tahun dari tahun 1951-1959
disebabkan adanya mosi tidak percaya dari partai oposisi. Pergantian parlemen
ini menyebabkan program-program yang dirancang oleh setiap partai tidak
terlaksana dengan baik. Selain itu pergantian partai ini juga disebabkan oleh
banyaknya partai di Indonesia.
B.
Pembentukan Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
Krisis pemerintahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan
ketidakstabilan pemerintahan. Indonesia mengalami jatuh bangun dalam kabinet.
Pada tanggal 3 Juni 1953, Perdana Menteri Wilopo mengembalikan mandatnya kepada
Presiden sebagai akibat dari Peristiwa Tanjung Morawa. Dengan demikian kabinet
dinyatakan demisioner. Kabinet Ali Sastroamijdojo merupakan kabinet pengganti
dari Kabinet Wilopo. Kabinet Ali mengisi krisis pemerintahan di Indonesia pasca
kekosongan selama 58 hari (sepeninggalan Kabinet Wilopo).[3]
Untuk
mengisi jabatan Perdana Menteri ditunjuk Ali Sastroamidjojo yang saat itu
menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ali Sastroamidjojo sempat
ragu, karena selama ini belum pernah diajak bicara oleh partainya mengenai
pembentukkan kabinet. Tetapi setelah didesak oleh Ketua Umum PNI Sidik
Joyosukarto, akhirnya Ali Sastroamidjojo mau menduduki jabatan perdana menteri.
Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1953, Presiden mengumumkan pembentukan Kabinet
Ali Sastroamidjojo yang kemudian disahkan dengan Keputusan Presiden RI No. 132
Tahun 1953 tertanggal 30 Juli 1953. Pelantikan Ali Sastroamidjojo sebagai
Perdana Menteri dilangsungkan di Istana Negara pada tanggal 12 Agustus 1953.
Dalam
Kabinet Ali, Masyumi merupakan partai terbesar kedua dalam parlemen tidak turut
serta, dalam hal ini NU (Nahdatul Ulama) kemudian mengambil alih sebagai
kekuatan politik baru. Selain itu terdapat tokoh yang bersimpati kepada PKI
dimasukkan dalam kabinet ini dan Muh Yamin yang dianggap sayap kiri dijadikan
sebagai Menteri Pendidikan. Politik kebijakan yang diterapkan tersebut terlihat
lebih mengutamakan mengenai pertahanan kekuasaan serta membagi hasil hasilnya
atas penguasaan.[4]
C.
Program Kerja Kabinet Ali
Dalam
menjalankan roda pemerintahan, berikut adalah program kerja dari Kabinet Ali
Sastroamidjojo I :
1.
Menjaga Keamanan
Menjaga
keamanan merupakan bagian dari program kerja Kabinet Ali I. Hal ini karena
Kabinet Ali berani mengambil alih pemerintahan setelah kabinet sebelumnya
runtuh. Adanya tanggungjawab kabinet ini yang kemudian akan dilaporkan terhadap
DPR tentunya akan memuat suatu solusi untuk meredam ketidakstabilan Negara saat
itu. Pada masa kabinet sebelumnya telah terjadi berbagai goncangan keamanan.
Misalnya saja perpecahan yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
perselisihan yang terjadi dikalangan militer, Bahkan pembunuhan yang dilakukan
kepolisian terhadap lima petani di dekat Medan.[5]
Saat itu Kabinet Ali mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan dari
kota kota yang penting. Adapun keadaan ini membuat stabilitas yang dijalankan
pemerintahan terganggu, selain itu juga terdapat berbagai pemberontakan di
daerah-daerah. Sehingga kabinet Ali mempunyai tugas untuk menjaga keamanan di
Indonesia.
2.
Menciptakan Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat.
Adanya
Perang Korea antara Februari 1952-Maret 1952 memberikan dampak turunnya
perekonomian Indonesia. Adanya upaya untuk memperbaiki neraca perdagangan pada
kabinet sebelum Kabinet Ali tidak berhasil. Apalagi solusi ekonomi yang
dilakukan pemerintahan sebelumnya justru berdampak memperkeruh ketidakstabilan
politik dan keamanan. Pada tahun 1952-1953 terjadi inflasi di Indonesia.
Sehingga nilai tukar rupiah turun menjadi 44,7 % dari nilai resmi menjadi 24,6
%. Hal ini akhirnya menyebabkan eksportir diluar Pulau Jawa yang terdiri atas
orang-orang Masyumi terkena imbas dan mengalami dampak buruk pada kegiatan
ekonominya (kerugian).[6]
Dari adanya situasi ini menyebabkan penyelundupan semakin meningkat. Keadaan
ini semakin menambah kemiskinan bangsa Indonesia. Rakyat hidup dalam kelaparan
dan jauh dari kesejahteraan. Maka Kabinet Ali berupaya untuk menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan. Upaya yang dilakukan dengan menekan terhadap
perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi.
3.
Menyelenggarakan Pemilu.
Sebagai
kabinet yang memimpin pemerintahan, maka Kabinet Ali menyanggupi inti dari
pemerintahan Indonesia yang bersifat parlementer. Oleh karena itu, Kabinet Ali
menyanggupi penyelenggaraan Pemilu. Pada tanggal 31 Mei 1954 Kabinet Ali
membentuk Panitia Pemilu Pusat yang diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Selanjutnya
Pada 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilu akan diadakan pada
tanggal 29 September 1955. Hal ini yang membuat berbagai kampanye yang diadakan
menjadi meningkat. Sedangkan pemilu merupakan program kerja yang utama dalam
kabinet ini.
4.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Kemerdekaan
Indonesia, menuntut kabinet ini untuk tidak menyetujui adanya RIS. Hal ini
karena pemerintahan yang ada saat itu ingin berdaulat dalam menjalankan
kehidupan bernegara. Oleh karena itu, pada tanggal Agustus 1954 Kabinet Ali
memuat usul mengenai penghapusan Uni Belanda- Indonesia dan beberapa
penyesuaian atas hasil KMB, namun hal ini tidak mencapai kemajuan. Adanya masalah
pembebasan Irian yang tidak memuat hasil membuat Kabinet Ali saat itu
mengajukan masalah ini ke PBB, dan dalam bulan yang sama pengaduan tersebut
tidak diterima.[7]
5.
Melaksanaan politik bebas-aktif
Adanya
bipolarisasi dan politik konstelasi dunia membuat Indonesia tidak ingin
terlibat didalamnya. Apalagi Indonesia sendiri merupakan Negara yang baru
merdeka, bahkan dalam menata negaranya, Indonesia masih belum tentu arah.
Apalagi kemerdekaan Indonesia masih belum diakui oleh Belanda. Adanya ancaman
kedatangan Belanda maupun Jepang bisa kapan saja menghampiri Indonesia. Maka
dari itu pada masa Kabinet Ali ini menetapkan Indonesia untuk menjalankan
Politik Bebas-Aktif. Adapun bebas disini terwujud dengan sifat tidak memihak
Indonesia terhadap pertikaian dunia. Misalnya pada ketegangan antara Amerika
dan RRC saat itu. Sedangkan aktif disini ditujukan pada perjuangan untuk
membebaskan Irian dari Belanda. Indonesia ingin berperan aktif dalam
menyuarakan anspirasinya pada dunia. Hal ini yang kemudian akan diwujudkan
dengan pelaksanaan KAA 1955 yang mengikutsertakan Indonesia dalam menggalang
perdamaian Asia-Afro. Program ini sangat didukung Soekarno.
6.
Menyelesaikan Pertikaian politik
Pada tahun
1950-1959, keadaan politik di Indonesia sangat tidak stabil. Perpecahan
terjadi dikalangan elite politik. Tahta, jabatan, dan kekuasaan membuat
Indonesia semakin terpuruk dalam kehidupan bernegara. Salah satu perpecahan
yang ada terlihat dengan keluarnya NU dari Masyumi, dan NU nantinya membentuk
partai sendiri. Adapun hal ini dikarenakan adanya kesenjangan dalam perebutan
jabatan Menteri Agama. Selain itu ketidakharmonisan juga terlihat dalam
hubungan PNI dan PSI. adanya aksi tuding menuding semakin gencar diarahkan satu
sama lain.[8]
Tidak hanya pada dunia politii, tapi juga dikalangan militer dan sebagainya
terjadi kesenjagan yang tidak layak. Dan pada bulan Januari Hamengkubuwana IX
mengundurkan diri dari Jabatan Menteri Pertahanan. Hal ini adalah wujud dari
adanya pertikaian politik. Pada masa Kabinet Ali, masalah demikian merupakan
bagian dari kegiatan kerja kabinet.
D.
Masalah yang Dihadapi Pada Kabinet
Ali Sastroamidjojo
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Kabinet Ali menghadapi beberapa masalah seperti :
1.
Keamanan dibeberapa daerah tidak stabil, diantaranya :
a. DI/TII
Kartosuwirjo di Jawa Barat
Di Jawa
Barat kegiatan Darul Islam semakin memuncak, bahkan aktivitas yang dilakukan
meningkat.[9]
Selain itu Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di (DI/TII) ini disebut berasal
dari Jawa Barat dan kemudian menyebar ke daerah lain. Adapun pemimpinnya adalah
Kartosuwirjo.[10]
b. Daud Beureh
di Aceh
Kaum
muslim di Aceh mulai merasakan politik Jakarta hidup dalam keadaan, tidak
beriman, dan tidak cakap. Pada tahun 1949 Aceh menjadi Propinsi Republik yang
otonom. Selanjutnya pada tahun 1950 Aceh digabungkan dengan Propinsi Sumatera
Utara. Daud Beureu’eh, sebagai orang kuat Aceh dan benteng Republik Revolusi
menolak untuk menerima pekerjaan di Jakarta dan lebih memilih untuk bermukim di
Aceh dan memperhatikan perkembangan-perkembangannya. Adapun hal ini karena
adanya isi kabinet terdiri atas tokoh-tokoh Masyumi. Pada masa Kabinet Ali.
Bahkan Darul Islam berhasil memperluas wilayahnya dengan meliputi Aceh, Jawa
Barat , dan Sulawesi. Pada Mei 1953, terdapat bukti bahwa ia menjalin hubungan
dengan Kartosuwirjo dari Darul Islam. Daud merasa keberadaan Kabinet Ali
bermaksud menangkapi orang-orang Aceh yang terkemuka. Sampai tahun 1959 Daud
mundur keatas bukit. Kemudian pada tanggal 19 September 1953 Daud dan PUSA
terangan-terangan melakukan pemberontakan terhadap Jakarta. Ini mendapat
dukungan orang-orang Aceh yang menjadi pegawai dan tentara. Saat itu Daud
menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Darul Islam bukan Pemerintah
Pancasila. Ketika Kabinet Ali gerakan ini dianggap sebagai hambatan yang
berpengaruh terhadap ketidakstabilan Negara. Apalagi Hal ini merupakan
tantangan bagi pemerintahan Kabinet Ali dan menjadi penguras utama dana.[11]
c. DI/TII
Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan
Pada
Januari 1952 Kahar Muzakar menyatakan Sulawesi Selatan merupakan wilayah dari
kepemimpinan Kartosuwirjo. Namun pada akhirnya Kahar Muzakar ini berhasil
ditembak oleh Tentara dari Divisi Siliwangi.
d. DI/TII
di Jawa Tengah
Pemberontakan
ini dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfud Abdur Rahman. Pada tahun 1954
pemberontakan ini berhasil ditundukan oleh TNI.
e.
Persoalan dalam negeri dan luar negeri misalnya persiapan pemilihan umum yang
saat itu direncanakan pada pertengahan Mei 1955 mengalami kegagalan.
f. Konflik
dengan TNI-AD dalam persoalan pengangkatan seorang kepala staf.
Ketegangan
yang terjadi dilingkungan TNI-AD sejak peristiwa 17 Oktober 1952 (Pada waktu
itu Nasution mendapat skors atau dinonaktifkan selama tiga tahun) kemudian
berlanjut. (Ricklefs: 1998, 369). Adapun peristiwa disebabkan Kepala Staf
TNI-AD “Bambang Sugeng” mengajukan permohonan. Dalam hal ini keinginan tersebut
disetujui oleh kabinet. Tindak lanjut dari hal tersebut ialah pengangkatan
Kolonel Bambang Utoyo oleh Mentri Pertahanan. menurut Panglima TNI-AD hal
tersebut sangat tidak menghormati norma-norma yang ada di dalam lingkungan
TNI-AD. Kabinet yang ada saat itu dipersalahkan, bahkan dalam Upacara
Pelantikan dan Serah Terima Panglima tinggi TNI-AD tidak ada yang hadir.
Selain
dari masalah diatas, hambatan pada kabinet ini juga meliputi masalah ekonomi.
Pada program kerjanya Kabinet Ali menekankan pengindonesiasian terhadap
perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi. Namun pada
kenyataannya tidak demikian, karena banyak perusahaan-perusahaan baru yang
berkedok palsu bagi persetujuan antara pendukung pemerintah dan orang-orang
Cina/Perusahaan Ali Baba. Maka dari itu Kabinet ini dikenal juga dengan Kabinet
Ali Baba. Ali Baba artinya seorang pengusaha pribumi yang mewakili pengusaha
Cina yang memiliki perusahaan. Dalam praktiknya duta besar Cina akan menekan
orang-orang Cina untuk bekerja sama dengan pribumi, tapi keadaannya tidak
demikian. Sedangkan pada saat itu Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi,
pergolakan ditanah air yang menguras dana semakin membuat kemiskinan. Apalagi
pada 1955 PSI melakukan pemogokan dan untuknya diredam oleh SOBSI.[12]
E.
Prestasi Yang Dicapai oleh Kabinet
Ali Sastroamidjojo I
Kabinet
Ali Sastroamidjojo ini tidak mampu mencapai semua program kerjanya. Walaupun
digolongkan sebagai kabinet yang bertahan lama, tapi tidak semua hasil
diperoleh secara maksimal. Akan tetapi, kabinet ini telah berhasil memberi
sumbangan bagi Indonesia, maupun benua Asia-Afrika. Adanya peristiwa diplomari
pada 18 April-24 April 1955 itu disaksikan oleh Gedung Merdeka, Bandung. Saat
itu Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan
Asia-Afrika. Merangkul saudara Asia-Afrika untuk melawan kolonialisme atau
neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Pada April-Mei-1954 terdapat pertemuan antara Perdana Menteri India, Pakistan,
Sri Lanka, Birma, dan Indonesia (diselenggarakan di Colombo). Sebenarnya situai
politik yang tidak stabil di Indonesia dialihkan Ali pada suatu peristiwa yang
bisa dikatakan mampu mengangkat nama Indonesia. Disana Ali mengusulkan KAA, hal
ini didukung Negara lain. Adapun KAA telah menunjukan kemenangan bagi
pemerintahan Ali, ketika itu terdapat 29 negara yang hadir (Negara-negara besar
Afrika, Asia hanya kedua Korea, Israel, Afrika Selatan, dan Mongolia luar yang
tidak diundang).
Adapun
Pemimpin Asia yang hadir, yaitu : Zhou Enlai (Cou En-Lai), Nehru,
Sihanouk, Pham Va Dong, Unu, Mohammad Ali, Nasser, dan Sukarno.[13]
Dengan
adanya KAA membuat terjalinnya hubungan antara Amerika dan RRC. Pada saat itu
RRC melupakan permusuhan dengan Negara-negara Asia yang nonkomunis, netral.
Pada tahun 1953 Republik Indonesia mengirim 2 duta besarnya ke Cina. Dimana
pada Desember Ali menandatangani persetujuan perdagangan antara Cina dan
Indonesia yang pertama. Pada tahun 1955 terdapat persetujuan ganda yang
mengharuskan orang-orang Cina Indonesia untuk memilih kewarganegaran Cina atau
Indonesia. (hal ini dianggap orang-orang Cina menyulitkan karena sebelumnya
tidak pernah dipermasalahkan).
Ali
Sastroamidjojo sangat puas karena dipandang sebagai pemimpin Asia-Afrika.
Pelaksanaan konferensi ini merupakan wujud perjuangan RI untuk mempromosikan
hak Indonesia dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Adapun
hasil dari konfrensi ini mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Jaya. Dari
sini kemungkinan bagi Indonesia untuk memainkan peranan penting dunia, hal ini
dijadikan Soekarno sebagai tanggung jawabnya pribadi. Ketika itu Ali mengatakan
dan meluluskan Dasasila atau Sepuluh Prinsip Bandung, sebagai upaya untuk
mengubah dominasi dua negara adikuasa terhadap hubungan internasional pasca
Perang Dunia II. Serta menilai kembali arti penting Konferensi Bandung serta
membahas perubahan baru dalam hubungan internasional dan tantangan baru yang
dihadapi dunia mempunyai arti penting.
F.
Fenomena PKI Pada Masa Kabinet
Ali
Setelah
Konfrensi Asia Afrika Berakhir, maka persiapan pemilu, kekuatan baru sudah
terbentuk. Untuk menarik anggota, PKI serius melakukan usaha BTI (Barisan Tani
Indonesia). PKI diminati oleh rakyat karena PKI tidak tampak menganut kekerasan
dan bersifat lunak. Selain itu PKI mengatakan bahwa mereka adalah partai buruh
atau partai dari petani dan rakyat miskin, dengan bergabung dengan PKI maka
kesejahteraan akan merata. Sehingga penduduk dosa berduyun-duyun untuk menjadi
anggotanya. Hal ini yang membuat PKI memiliki basis masa yang dapat menekan
kekuatan politik lain dan mampu tampil mengesankan pada pemilu. PKI berhasil
mengunguli semua partai politik lainnya.[14]
Hal ini
dibuktikan dengan : Maret-November1954 jumlah anggota partai ini naik menjadi
tiga kali lipat (165.206-500.000). pada Akhir 1955 mencapai 1 juta. September
1953 menyatakan mempunyai 360.000 anggota dan kemudian mencapai Sembilan kali
lipa (3,3 juta) pada akhir tahun 1955. 90% anggota di Jawa, 70% dari Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Anggota pemuda rakyat meningkat 3 kali lipat menjadi
202.605, Juli 1954 616.605 akhir tahun 1955; 80% anggotanya adalah pemuda tani
yang sebagian dari Jawa.
Selain itu
PKI juga mempunyai surat kabar yang Oplah Surat Kabar PKI, Harian Rakyat dari
1954 beerjumlah (15.000 eksemplar) menjadi 1956 (55.000 eksemplar); surat kabar
terbesar dalam afiliasi partai. Sehingga PKI menjadi partai politik terkaya
dengan penerimaan iuran dari anggota (pungutan iuran sering kurang teratur),
dari gerakan-gerakan pemungutan dana, sumber lain. Adapun sebagian besar uang
berasal dari komunitas dagang Cina (yang memberikan dengan senang hati, atau
melalui tekanan dari Kedutaan Besar Cina). Akan tetapi PKI kemudian tenggelam,
hal ini karena banyak yang bergabung namun tiba-tiba pergi tanpa alasan. Lawan
dari adalah TNI, hal ini sangat terlihat kontras, bahkan dari persaingan
politik ini kemudian hari akan menghasilkan peristiwa tertentu.
Pada
tanggal 17 Oktober 1954 PKI dan tentara rujuk kembali. Kemudian pada Nopember
1955 diselenggarakan Konfrensi diyogyakarta dan dihadiri 270 perwira yang
kemudian menyetujui piagam persatuan dan kesepakatan. Pada tanggal 27 Juni
perwira menolak mengakui orang yang diangkat kabinet. Dari uraian tersebut
sangat terlihat bahwa PKI mendapat tempat pada masa Kabinet Ali, hal ini bisa
dilihat dari eksistensi PKI pada ajang pemilu.
G.
Kemunduran Kabinet Ali
Sastroamijdojo I
Sama
halnya dengan kabinet-kabinet sebelumnya, kabinet ini akhirnya mengundurkan
diri. Alasannya karena banyak sekali masalah yang tidak bisa diatasi, misalnya
pergolakan yang terjadi di daerah (DI/TII), Tingkat korupsi yang memuncak,
membuat perekonomian menurun dan kepercayaan masyarakat merosot. Masalah Irian
yang tidak selesai, Pemilu yang tidak terlaksana, bahkan skandal korupsi
sendiri ada di tubuh PNI.
NU tidak
puas dengan kerja kabinet (personel, ekonomi, keamanan,) dan didalamnya
terdapat konflik antara NU dan PNI. Sehingga pada tanggal 20 Juli NU mengutus
menteri-menterinya untuk mundur dari pemerintah. Hal ini diikuti oleh partai
lain. Adanya kelemahan Kabinet Ali mendorong Masyumi untuk mengajukan mosi pada
bulan Desember mengenai kemunduran (ketidak percayaan kepada kebijakan
pemerintah). Sebagai imbalan atas perlindungan PNI, PKI meredam kecaman-kecaman
terhadap korupsi dan masalah ekonomi. Adanya kesenjangan politik yang demikian
menimbulkan keretakan didalam kabinet .
Ali
mengembalikan mandatnya pada tanggal 18 Juni. Soekarno memutuskan untuk naik
haji dan kemudian mengunjungi Mesir. karena dukungan dari DPR tidak mencukupi
empat hari kemudian akhirnya Ali mengundurkan diri. Kabinet ini mengembalikan
mandatnya pada tanggal 24 Juli 1955. [15]
Kesimpulan
Kabinet
Ali Sastroamidjojo merupakan kabinet baru pengganti Kabinet Wilopo. Kabinet ini
berdiri pada tanggal 31 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955. Kabinet ini merupakan
kabinet yang cukup bertahan lama pada demokrasi parlementer pada tahun
1950-1959.
Program
kerja dari Kabinet Ali diantaranya :
a.
Program dalam negeri diantaranya
keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan, organisasi pemerintahan,
perburuhan, serta perundang-undangan.
b.
Pengembalian Irian Barat.
c.
Pelaksanaan politik luar negeri
bebas dan aktif.
Prestasi
yang dicapai pada Kabinet Ali yaitu berhasil melaksanakan Konferensi Asia
Afrika di Bandung dan persiapan pemilihan umum pertama yang direncanakan pada
tahun 1955. Tetapi belum sempat melaksanakan rencananya, Kabinet Ali
mendapatkan tuntutan dari PUSA yang dipimpin oleh Daud Beureueh. Selain itu
kemelut dalam tubuh Angkatan Darat yang berujung pada pergantian pimpinan
menjadi hal yang sangat memberatkan Kabinet Ali-Wongso. Akhirnya kabinet ini
mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno dan diterima
oleh Wakil Presiden karena pada saat itu Presiden sedang melakukan ibadah haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar